Di Balik Seragam Loreng: Cerita yang Tak Pernah Masuk Buku Sejarah


Seragam loreng sering kali menjadi simbol kekuatan, ketegasan dan disiplin. Mereka adalah pahlawan yang setia menjaga kedaulatan negara dari ancaman. Ada banyak cerita dan kisah mereka yang tak tercatat dalam buku sejarah. 

Meski demikian, mereka tetap siap melakukan tugas dengan patuh dan setia. Di balik corak kamuflase yang melekat pada tubuh para prajurit, tersimpan kisah-kisah sunyi heroik yang mengagumkan. 

Kisah-kisah itu tidak muncul di layar televisi, tidak viral di media sosial, bahkan kerap luput dari perhatian masyarakat.

Padahal di sanalah sisi lain dari pengabdian seorang prajurit: manusia biasa yang menanggung beban luar biasa.

Menjaga Negeri dari Segala Penjuru

Sebuah pos militer di pedalaman Kalimantan berdiri sederhana. Dahulu ada jaringan seluler dan listrik hanya hidup beberapa jam dalam sehari. Belum lagi akses ke kota terdekat membutuhkan waktu berjam-jam menembus jalan berlumpur.

Keadaan ini akhirnya berubah, ketika pak Jokowi telah memprioritaskan pembangunan yang baik dan megah di perbatasan. Secara khusus peralatan bagi penjaga daerah-daerah yang langsung berbatasan dengan negara tetangga.

Di tempat itulah sekelompok prajurit bertugas menjaga wilayah perbatasan. Mereka tinggal jauh dari keluarga, menghadapi medan yang tidak bersahabat, dan bekerja bagi negara.

Namun, tugas mereka tak sekadar berjaga. Di sela-sela patroli, mereka membantu mengajar anak-anak, mengantar warga ke puskesmas, atau memperbaiki jembatan yang rusak. Di banyak tempat, keberadaan tentara menjadi penopang kehidupan masyarakat yang selama ini terpinggirkan.

Tugas militer tidak selalu identik dengan konflik dan kekerasan. Ketika bencana datang, mereka kerap menjadi yang pertama hadir di lokasi untuk membantu.

Mereka membantu evakuasi, menyalurkan logistik, hingga membangun tenda-tenda darurat. Pada saat sebagian orang memilih menjauh dari lokasi bencana, para prajurit justru melangkah maju.

Gempa di Palu, banjir di Sintang, hingga tanah longsor di Nusa Tenggara, mereka selalu hadir yang pertama. Mereka meninggalkan jejak pengabdian para prajurit yang sering luput diberitakan.

Di tengah reruntuhan dan derita, mereka menunjukkan sisi lain dari seragam loreng: empati dan solidaritas.

Luka yang Tak Selalu Terlihat

Banyak prajurit kembali dari medan tugas dengan luka yang tak terlihat. Rasa kehilangan atas gugurnya rekan seperjuangan kerap kali terjadi. Tekanan selama bertugas di wilayah konflik seperti di Papua selalu ada di pikiran mereka.

Mereka terpisah dengan keluarga dan rindu yang tertahan selama berbulan-bulan terhadap keluarga. Namun, karena tugas dan tuntutan profesional, mereka harus patuh dan setia terhadap tugas.

Di balik ketegasan seorang tentara, ada jiwa yang juga membutuhkan perhatian. Mereka tetap manusia yang memiliki batas daya tahan. Oleh sebab itu, pemerintah juga harus memperhatikan hal ini.

Pengabdian dalam Senyap

Tak semua pengorbanan terdokumentasikan. Tidak sedikit kisah heroik prajurit yang hanya diketahui oleh masyarakat lokal, atau bahkan hanya menjadi bagian dari ingatan satuan kecil. 

Mereka tak berharap disebut pahlawan. Bagi mereka, menjalankan tugas negara adalah bagian dari sumpah yang tak perlu disorot.

Seorang tentara yang membantu membangun akses jalan di pedalaman Papua, seorang lainnya yang menjadi guru sukarela di daerah terpencil. Semuanya dilakukan demi pengabdian kepada negara, ini adalah wajah militer Indonesia yang kerap tidak terlihat oleh publik.

Selama ini, sejarah militer sering kali hanya mencatat tokoh besar, pertempuran besar, dan keputusan politik di level tinggi.

Padahal, ada ribuan kisah dari prajurit-prajurit biasa yang memiliki nilai yang tak kalah penting. Sejarah seharusnya tidak hanya bicara tentang mereka yang memimpin, tapi juga mereka yang menjalankan.

Melalui cerita dan kisah-kisah sederhana ini, kita bisa melihat bahwa seragam loreng bukan semata-mata simbol dari tentara Indonesia.

Ini adalah representasi dari kesetiaan seorang prajurit, setia dalam tugas, bekerja dengan senyap dan cinta pada negara. Kita harus memberikan hormat setinggi-tingginya kepada tentara Indonesia.

Posting Komentar untuk " Di Balik Seragam Loreng: Cerita yang Tak Pernah Masuk Buku Sejarah"